Monday, December 7, 2015

Sanad Matan dan Rowi Hadits



BAB I
PENDAHULUAN
1.       A.    Latar Belakang
Kitab-kitab hadis yang beredar di tengah-tengah masyarakat dan dijadikan pegangan oleh umat Islam dalam hubungannya dengan hadits sebagai sumber ajaran Islam adalah kitab-kitab yang disusun oleh para penyusunnya setelah lama Nabi wafat. Dalam jarak waktu antara kewafatan Nabi dan penulisan kitab-kitab hadits tersebut telah terjadi berbagai hal yang dapat menjadikan riwayat hadits tersebut menyalahi apa yang sebenarnya berasal dari Nabi.  Baik dari aspek kemurniannya dan keasliannya.
Dengan demikian, untuk mengetahui apakah riwayat berbagai hadits yang terhimpun dalam kitab-kitab hadits tersebut dapat dijadikan sebagai hujjah ataukah tidak, terlebih dahulu perlu dilakukan penelitian. Kegiatan penelitian hadits tidak hanya ditujukan kepada apa yang menjadi materi berita dalam hadits itu saja, yang biasa dikenal dengan masalah matan hadits, tetapi juga kepada berbagai hal yang berhubungan dengan periwayatannya, dalam hal ini sanadnya, yakni rangkaian para periwayat yang menyampaikan matan hadis kepada kita.
Keberadaan perawi hadits sangat menentukan kualitas hadits, baik kualitas sanad maupun kualitas matan hadits. Selama riwayat-riwayat ini membutuhkan penelitian dan kajian mendalam untuk mengetahui mana yang dapat diterima dan mana yang ditolak, maka mutlak diperlukan adanya kaidah-kaidah dan patokan sebagai acuan melakukan studi kritik Hadits.
1.       B.     Rumusan Masalah
1.       Mengapa harus di adakanya penelitian suatu hadits ?
2.       Langkah apa saja yang harus di lakukan dalam meneliti suatu hadits ?
1.       C.    Tujuan
1.       Menjadikan kita kritis dalam pengambilan hukum yang menyangkut tentang hadits.
2.       Berpedoman dengan hadits yang benar-benar dapat di terima keberadaanya.
3.       Dapat membedakan hadits-hadits dari segi kebenaran dan kehujjahanya.





BAB II
PEMBAHASAN
A.     Hadis Ditinjau Dari Segi Kuantitasnya
Berdasarkan pendapat ulam,ditinjau dari kuantitas (Jumlah rowi), hadis dibagi dua yaitu hadis mutawatir dan hadis ahad.
1.    Pengertian Hadis  Mutawatir
Mutawatir dari segi bahasa berarti mutatabi yaitu sesuatu yang datang berturut turut dengan tidak ada jaraknya. Adapun menurut istilah yaitu hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah besar  orang menurut adat, mustahil mereka bersepakat terlebih dahulu untuk berdusta, atau dapat diartikan hadis yang diriwayatkan berdasarkan pengamatan panca indra orang banyak yang menurut adat kebiasaan mustahil untuk berbuat dusta.
a.    Syarat-Syarat Hadis Mutawatir
Mengenai syarat hadis mutawtir ini, terjadi perbedaan pendapat antara ulama mutaqoddimin dan ulama mutaakhirin. Ulama mutaqoddimin berpendapat bahwa jenis hadis mutawatir wajib diamalkan dan tidak perlu diragukan lagi kebenarannya. Ada pun ulama mutaakhirin berpendapat hadis mutawatir  dapat dikatakan mutawatir bila sudah memenuhi syarat-syarat tertentu.Syarat tertentu  tersebut sebagai berikut.
1) Diriwayatkan  oleh sejumlah bagian besar perawi.
2) Adanya keseimbangan antar perawi pada tabaqah (lapisan) pertama dengan berikutnya.
3) Berdasarkan tanggapan panca indera.
b.    Pembagian Hadis Mutawtir
Menurut sebagian ulama hadis mutawatir itu dibagi menjadi dua sebagai berikut.
1)Mutawatir lafzi
2)Mutawatir maknawi
c.    Faedah Hadis Mutawatir
 Keunggulan dari hadis lain, adalah hadis mutawatir mempunyai  kualitas yang paling tinggi. baik dari segi perawi hadis dan kedabitannya tidak perlu diragukan lagi, sebab dengan penyaringan  dan persyaratan sebagaimana telah diterangakan  diatas, tidak mungkin periwayat sepakat berdusta.  Bahkan,  keunggulannya hadis mutawati tidak dimasukkan dalam pembahasan ilmu hadis, akan tetapi cukup dengan meneliti perawinya saja.
2.  Hadis Ahad
a. Pengertian Hadis  Ahad
          Kata ahad atau wahid dari segi bahasa berarti satu. Secara istilah hadis ahad adalah kabar yang  jumlah perawinya satu, dua, tiga, empat,  lima, dan seterusnya  yang artinya  jumlah perawinya  tersebut tidak mencapai jumlah perawi hadis mutawatir.
b. Macam-Macam Hadis Ahad
Para ulama membagi hadis ahad menjadi dua yaitu hadis masyhur dan hadis  
1). Hadis Masyhur
 Masyhur dari segi bahasa ialah Al-intisayar wa az-zuyu’ yaitu sesuatu yang sudah tersebar dan populer.sedangkan menurut istilah adalah hadis yang diriwayatkan dari sahabat, tetapi bilangannya tidak mencapi bilangan mutawatir. Hadis ini dikatakan masyhur karena telah tersebar luas dikalangan masyarakat. Hadis masyhur ini banyak disebarkan oleh para ulama’ karena hadis tersebut telah membawa ketenangan dan kedamaian dalam hati.
Hadis ini ada yang berstatus sahih, hasan dan daif. Hadis sahih adalah hadis yang telah memenuhi kriteria hadis sahih baik dalam sanad maupun matannya.[1]
Hadis masyhur hasan adalah yang telah memenuhi ketentuan hadis hasan, baik sanad maupaun matannya. Adapun hadis masyhur daif adalah hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat hadis hasan dan hasan, baik dari sanad maupun matanya.
2). Hadis Ghoiru Masyhur
 Para ulama membagi hadis masyhur menjadi  dua  bagian yaitu sebagai berikut.
a)                         Hadis Azis
Kata Aziz berasal dari kata Azza-ya’izzu, yang artinya layakadu yujadu (seolah – olah ditemukan) atau qalla wanadar (sedikit atau jarang adanya) atau berasal dari azza-ya’azzu berarti qawiya (kuat)  pengertian Aziz yaitu hadis yang perawinya kurang dari dua orang dalam dalam semua tabaqah sanadnya.
b)   Hadis Garib
           Garib dari segi bahasa berarti al-mufarid (menyindiri) atau al-ba’id  dan aqoribihi (jauh dari kerabat). Ulama hadis mendifinisikan  hadis  gorib adalah hadis yang pada sanadnya terdapat seorang menyendiri  dalam meriwayatkan, dimana  saja penyendiri  dalam sanad itu terjadi. Meriwayatkan hadis, disamping itu penyendirianbisa terjadi di awal, tengah atau akhir sadan. Berdasarkan bentuk penyendirian tersebut, maka hadis garib dapat dibedakan menjadi dua yaitu garib mutlak dan garib nisbi. Garib mutlak yaitu apabila penyendirian rawi dalam meriwyatkan hadis itu mengenai personalnya, yakni tabiin bukan sahabat, sebab kalau sahabat sudah diakui keadilannya sehingga periwayatanya dapat diterima. Contohnya adalah Hadis Bukhari-Muslaim, yang artinya Nabi Muhammad saw. Bersabda:’’Iman itu (bercabang-cabang menjadi) 73 cabang. Malu itu salah satu cabang dari iman.’’Garib nisbi yaitu penyendirian itu mengenai sifat-sifat atau keadaan tertentu seoran rowi. Misal tentang sifat keadilan dan kedabitan (kesiqahan) rawi, Kota atau tempat tinggalnya, atau meriwayatkan dari rawi tertenu saja. Juga garib pada sanad dan matan, garib pada sanadnya saja sedangkan pada matannya tidak, dan garib pada sebagian matanya saja.[2]
      B. Hadis Ditinjau Dari Segi Kualitasnya
           Ditinjau dari segi kualitas, hadis dibagi tiga, yaitu hadist shahih, hasan dan daif.
1.    Hadis Sahih
           Secara bahasa, shahih artinya yang sehat, yang selamat, atau yang sempurna dan lawan kata dari syiddussakimi. Secara istilah hadis sahih adalah hadis yang disandarkan kepada nabi muhammad saw.,sanadnya bersambung (tiada putus), diriwayatkan perawi yang adil dan dabit sampai akhir sanad, tidak ada kejanggalan dan tidak berillat(cacat).
Berdasarkan pengertian diatas, maka hadis shahih harus memenuhi  syarat-syarat sebagai berikut.
a.       Sanadnya bersambung dari perawi pertama sampai perawi terakhir.
Sanad yang bersambung maksudnya sanad yang selamat dari keguguran. Dengan kata lain, bahwa tiap-tiap rawi dapat saling bertemu sejak awal hingga akhir, dan menerima langsung dari guru yang memberinya.
b. Perawi adil
          Ada dari segi bahasa disebut dengan lurus, tidak berat sebelah, tidak zalim, tulus, tidak menyimpang dan jujur. Seseorang dikatakan adil, apabila terdapat sifat yang dapat mendorong dirinya terpelihara ketakwaanya, yaitu senan tiasa melaksanakan perintah agama dan meninggalkan larangan, serta terjaga tingkah lakunya. Perawi adil dalam periwayatan sanad hadis, harus Islam dan baligh, serta memenuhi syarat-syarat  sebagai berikut.
1)   Senatiasa melaksanakan perintah agama dan menjahui larangan agama.
2)         Yang dapat menodai Senantiasa menjahui dosa-dosa kecil.
3)         Senantiasa menjaga ucapan dan perbuatan muru’ah.
  Adapun sifat adil dapat diketahui melalui:
1)      Popularias keutamaan perawi dikalangan ahli hadis,perawi yang terkenal keutamaan keperibadiannya,
2)      Penilaian dari para kritikus perawi hadis tentang kelebihan dan
      kekurangan perawi,dan
3)      Penerapan akidah al-jahr wa at-Takdil,bila tidak ada kesepakatan diantara pribadi para perawi tertentu.
Sifat adil disini perbedaan pendapat. Menurut ahli hadis semua  sahabat dikatakan adil, sedangkan menurut golongan muktazilah sahabat yang terlibat dalam pembunuhan Ali bin Abi Tholib dianggap fasik dan periwayatanya ditolak.
B.     Perawi dabit
               Kata dabit menurut bahasa  artinya kokoh dan kuat seorang perawi dikatakan dabit apabila ia mempunyai daya ingat sempurna terhadap hadis yang  diriwayatkannya.
Menurut Ibnu Hajar Asqalani, perawi yang dabit adalah mereka yang kuat hafalanya terhadap segala sesuatu yang didengarnya kemudian mampu menyampaikan hafalanya tersebut sewaktu-waktu diperlukan. Ini artinya bahwa orang tersebut dabit harus mendengar secara utuh apa yang diterima atau didengarnya, memahami isinya sehingga terpatri dalam ingatannya, kemudian mampu menyampaikan kepada Orang lain atau meriwayatkannya sebagai mana semestinya.
Dabit ini sendiri terbagi menjadi dua, yaitu dabit fi as-sadr dan dabit fi al-kitab.Dabit fi as-sadr adalah terpeliharanya periwayatannya dalam ingatan sejak ia menerima hadis sampai ia meriwayatkannya kepada orang lain. Sedangkan dabit Fi al-kitab adalah terpeliharanya kebenaran suatu periwayatannya melalui tulisan.
C.     Tidak janggal(syad)
Pengertian syad atau syudud menurut imam syafii dan jumhurul ulama’ adalah hadis yang bertentangan dengan hadis yang diriwayatkan oleh perawi lain yang lebih kuat atau siqah.
D.                        Tidak  cacat (illat)
   Illat bentuk jama’nya illal atau al-llah menurut  bahasa artinya  cacat, rusak, buruk, dan kesalahan baca. sehingga kita mengerti bahwa hadis yang berillat adalah hadis yang mengandung kecacatan.
Menurut istilah illat artinya suatu sebab yang tersembunyi atau samar-samar sehingg Pengertian syad atau syudud menurut syafi’i dan jumhurul ulama adalah hadis yang bertentangan dengan hadis yang diriwayatkan  oleh perawi lain yang lebih kuat atau siqah. Melihat pengertian syad diatas, dapat dipahami bahwa hadis yang tidak syad adalah hadis yang matannya tidak bertentangan dengan hadis lain dapat merusak kesahihan hadis. Dikatakan samar-samr di sini apabila dilihat secara zahir hadis tersebut nampak sahih. Adanya samar-samar pada hadis tersebut mengakibatkan nilai kualitasnya menjadi tidak sahih.
Dengan demikian maka yang dimaksud hadis yang tidak berillat adalah hadis yang di dalamnya tidak terdapat kesamaran atau keragu-raguan. Illat terjadi pada sanad maupun matan maupun kedua-duanya. Namun yang paling banyak ditemui terdapat pada sanadnya.
    Adapun hadis shohih terbagi menjadi dua yaitu sebagai berikut.
a. Hadis shohih lizati yaitu yang memenuhi kelima syarat tersebut di atas.
b. Hadis shohih lil ghoiri yaitu hadis yang keadaan rawi-rawinya kurang hafid dan dabit, tetapi mereka masih terkenal orang yang jujur.[3] 
 Para Ulama’ hadis membagi tingkatan hadis sahih menjadi tujuh, berikut ini urutannya. 

a.       Hadis yang hanya diriwayatkan (ditakhrijkan) oleh Imam Bukhari sendiri, sedang Imam Muslim tidak meriwaytkan (Infarada bihi’l-Bukhari).
b.      Hadis yang hanya diriwayatkan oleh imam muslim sendiri sedang imam bukhari tidak meriwayatkan (infarada bihi’l-Muslim)
c.       Hadis sahih yang diriwayatkan menurut syarat syarat Bukhari dan Muslim, yang disebut dengan sahihun ‘ala syartha’i’l-Bukhari wa Muslim, sedang kedua imam tersebut tidak mentakhrijkannya.
d.      Hadis sahih yang menurut syarat Bukhari, sedang beliau sendiri tidak mentakhrijkannya. Hadis yang demikian ini,disebut dengan sahihun ‘ala syarthil’l-Bukhari.
e.       Hadis sahih yang menurut syarat muslim,sedang imam muslim sendiri tidak mentakhrijkannya. Hadis yang demikian ini, dikenal dengan nama sahihun ‘ala syarthil Muslim.
f.       Hadis yang tidak menurut salah satu syarat dari kedua imam, bukhari dan muslim.
2. Hadis Hasan
             Secara bahasa berarti hadis yang baik.Secara istilah terjadi perbedaan pendapat sebagai berikut.
a.          At-tirmizi
             Tiap-tiap yang pada sanadnya tidak terdapat perawi yang tertuduh dusta, pada mantan hadisnya.dan hadis itu diriwayatkan tidak hanya satu jalan  yang sepadan dengannya.
b.         Ibnu Hajar Al-Asqalani
   Hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil  kurang hafalannya, bersambung sanadnya,tidak mengandung illat dan tidak syad atau jangal.
Berdasarkan defenisi-defenisi tersebut, dapat dikatakan bahwa hadis hasan hampir sama dengan hadis sahih akan tetapi terdapat perbedaan pada persoalan hafalanya atau daya ingat perawi. Pada hadis sahih daya hafalannya harus sempurna akan tetapi hadis hasan kurang kuat hafalan dan daya ingatnya.
Berikut adalah syarat-syarat untuk menjadi hadis hasan.

a.     sanadnya bersambuang
b.     perawi adil
c.     perawi dabit ,tetapi kedabitanya dibawah perawi hadis shohih
d.     tidak terdapat syad(kejanggalan)
e.     tidak ada illat.
Para Ulama’ membagi hadis menjadi dua, yaitu hadis hasan lizati dan hasan ligoiri. Hasan lizati adalah hadis yang memenuhi hadis hasan di atas. Adapun hadis hasan li goiri yaitu hadis daif tetapi karena ada sanad, dan matan lain yang menguatkannya (syahid dan mutabi’) maka kedudukan hadis tersebut naik derajatnya menjadi hadis hasan li goiri.[4]
 C. Hadis Ditinjau Dari Matan,Rawi,Dan Sanad
          Ditinjau dari matan,rawi,dan sanadnya,hadis terbagi menjadi dua,sebagai berikut.
1.    Hadis Maqbul
     Hadis maqbul yaitu hadis yang dapat dijadikan sumber hukum.contohnya:
a.         Hadis mutawatir, yaitu hadis yang memiliki banyak sanad, dan mustahil perawinya berdusta.
b.         Hadis sahih, hadis yang cukup sanadnya dari awal sampai akhir, dan dan para perawinya sempurna hafalannya.
c.    Hadis hasan, yaitu hadis yang dari segi hafalanya, rawinya kurang bila dibandingkan hadis sahih.
2.  Hadis Mardud
                        Dari segi bahasa mardud berarti yang ditolak atau tidak diterima.Hadis mardud adalah hadis yang tidak dapat dijadikan sumber hukum. Hadis yang termasuk Hadis daif, daif disini banyak macamnya diantara sebagai berikut.
a.    Mursal, yaitu hadis yang disandarkan oleh tabiin kepada Rasulallah SAW.
b.    Munqatik, yaitu hadis yang sanadnya terdapat seorang perawi yang gugur pada sanad tersebut atau tidak disebutkan nama seseorang.
c.    Mu’dal, yaitu hadis yang gugur dua orang sanadnya atau lebih, secara berturut-turut.
d.    Mauquf, yaitu hadis yang disandarkan kepada para sahabat.
e.         Maqtu’ yaitu hadis yang diriwayatkan dari tabiin dan disandarkan kepadanya, baik perkataan maupun perbuatanya[5].















BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
            Didalam ilmu Al-quran hadis dibagi berdasarkan tipologi.Pertama ditinjau dari segi kuantitasnya,berdsarkan pendapat ulama,ditinjau dari kuantitas (jumlah rowi)hadis dibagi dua yaitu,pengertian hadis mutawatir dan hadis ahad.kedua jika ditinjau dari segi kualitas dibagi menjadi tiga yaitu,hadis shohih,hadis hasan,hadis daif.ketiga jika ditinjau darimatan,rawi,dan daif hadis dibagi menjadi dua yaitu,hadis maqbul dan  hadis mardud.
B.     Saran
Dengan mengetahui beberapa definisi dan penjelasan dari pembagian hadits di atas, di harapkan kita paham dan mengerti, sehingga dalam penentuan hukum dari suatu massalah, yang khususnya dari hadits dapat di peroleh kejelasan yang pasti akan hukum tersebut.

                               daftar pustaka

Ash Shiddieqy,M.Hasbi.1972 Ilmu-Ilmu Al-Qur’an ,Media-Media pokok dalam Menafsirkan
            Al-Qur’an.Jakarta:Bulan Bintang
Mudasir.1999.Ilmu Hadis,Bandung:Pustaka Setia
Asnawi,Muh dkk.2004.Buku Pelajaran  Al-Qur’an Hadis untuk Madrasah Aliyah kelas X.
Kanwil Depak Provinsi Jawa Tengah:CV Gani
 Son.       
Hamka.1985. Tafsir Al-Azhar. Jakarta: Pustaka Panjimas.
Untang, Ranuwijaya.1997. Ilmu Hadis, Jakarta: Gaya Media Pratama.
Drs, Syahminan Zaini .1982. Kewajiban Orang  Beriman Terhadap Al-Qur’an. Surabaya: Al Ikhlas


[1] Drs, Syahminan Zaini.1982. Kewajiban Orang Beriman Terhadap Al-Qu’ran. Surabaya: al Ikhlas
[2][2][2][2] Mudasir. 1999. Ilmu Hadis, Bandung: Pustaka Setia
[3] Asnawi, Muh dkk. 2004. Buku Pelajaran Al-Qur’an Hadis untuk Madrasah Aliyah Kelas X. Kanwil Depag Provinsi Jateng: CV Gani Son.
[4] Untang, Ranujiwa.1997. Ilmu Hadis, Jakarta:Gaya Media Pratama.
[5] Ash Shiddieqy, M. Hasbi. 1972. Ilmu-ilmu Al-qu’ran, Media-Media Pokok dalam Menafsirkan Al-Qur’an. Jakarta: Bulan Bintang.

No comments:

Post a Comment